Shalat Tarawih ( 1 )
Shalat ini dinamakan tarawih yang
artinya istirahat karena orang yang melakukan shalat tarawih beristirahat
setelah melaksanakan shalat empat raka’at. Shalat tarawih termasuk qiyamul lail
atau shalat malam. Akan tetapi shalat tarawih ini dikhususkan di bulan Ramadhan.
Jadi, shalat tarawih ini adalah shalat malam yang dilakukan di bulan Ramadhan.[1]
Adapun shalat tarawih tidak
disyariatkan untuk tidur terlebih dahulu dan shalat tarawih hanya khusus
dikerjakan di bulan Ramadhan. Sedangkan shalat tahajjud menurut
mayoritas pakar fiqih adalah shalat sunnah yang dilakukan setelah
bangun tidur dan dilakukan di malam mana saja.[2]
Para ulama sepakat bahwa shalat
tarawih hukumnya adalah sunnah (dianjurkan). Bahkan menurut ulama Hanafiyah,
Hanabilah, dan Malikiyyah, hukum shalat tarawih adalah sunnah
mu’akkad (sangat dianjurkan). Shalat ini dianjurkan bagi laki-laki dan
perempuan. Shalat tarawih merupakan salah satu syi’ar Islam.[3]
Imam Asy Syafi’i, mayoritas ulama
Syafi’iyah, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dan sebagian ulama Malikiyah
berpendapat bahwa lebih afdhol shalat tarawih dilaksanakan secara berjama’ah
sebagaimana dilakukan oleh ‘Umar bin Al Khottob dan para sahabat radhiyallahu
‘anhum. Kaum muslimin pun terus menerus melakukan shalat tarawih secara
berjama’ah karena merupakan syi’ar Islam yang begitu nampak sehingga serupa
dengan shalat
‘ied.[4]
Pertama, akan mendapatkan ampunan dosa yang telah lalu.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa melakukan qiyam
Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan
diampuni.” (HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759). Yang dimaksud qiyam
Ramadhan adalah shalat tarawih sebagaimana yang dituturkan oleh An Nawawi.[5] Hadits ini memberitahukan bahwa shalat
tarawih bisa menggugurkan dosa dengan syarat karena iman yaitu membenarkan
pahala yang dijanjikan oleh Allah dan mencari pahala dari Allah, bukan karena
riya’ atau alasan lainnya.[6]
Yang dimaksud “pengampunan dosa”
dalam hadits ini adalah bisa mencakup dosa besar dan dosa kecil berdasarkan
tekstual hadits, sebagaimana ditegaskan oleh Ibnul Mundzir. Namun An Nawawi
mengatakan bahwa yang dimaksudkan pengampunan dosa di sini adalah khusus untuk
dosa kecil.[7]
Kedua, shalat tarawih bersama imam seperti shalat semalam penuh.
Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah mengumpulkan keluarga dan para sahabatnya. Lalu beliau
bersabda,
إِنَّهُ
مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً
“Siapa yang shalat bersama imam
sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh.”[8] Hal ini sekaligus merupakan anjuran agar kaum
muslimin mengerjakan shalat tarawih secara berjama’ah dan mengikuti imam hingga
selesai.
Ketiga, shalat tarawih adalah seutama-utamanya shalat.
Ulama-ulama Hanabilah (madzhab
Hambali) mengatakan bahwa seutama-utamanya shalat sunnah
adalah shalat yang dianjurkan dilakukan secara berjama’ah. Karena shalat
seperti ini hampir serupa dengan shalat fardhu. Kemudian shalat yang lebih
utama lagi adalah shalat rawatib (shalat yang mengiringi shalat fardhu, sebelum
atau sesudahnya). Shalat yang paling ditekankan dilakukan secara berjama’ah
adalah shalat kusuf (shalat gerhana) kemudian shalat tarawih.[9]
Shalat Tarawih Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam
Dari Abu Salamah bin ‘Abdirrahman,
dia mengabarkan bahwa dia pernah bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
“Bagaimana shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan
Ramadhan?”. ‘Aisyah mengatakan,
مَا
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ فِى
غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam tidak pernah menambah jumlah raka’at dalam shalat malam di bulan Ramadhan
dan tidak pula dalam shalat lainnya lebih dari 11 raka’at.”[10]
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha
mengabarkan,
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – خَرَجَ ذَاتَ لَيْلَةٍ مِنْ جَوْفِ
اللَّيْلِ ، فَصَلَّى فِى الْمَسْجِدِ ، فَصَلَّى رِجَالٌ بِصَلاَتِهِ فَأَصْبَحَ
النَّاسُ فَتَحَدَّثُوا ، فَاجْتَمَعَ أَكْثَرُ مِنْهُمْ فَصَلَّوْا مَعَهُ ،
فَأَصْبَحَ النَّاسُ فَتَحَدَّثُوا فَكَثُرَ أَهْلُ الْمَسْجِدِ مِنَ اللَّيْلَةِ
الثَّالِثَةِ ، فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَصَلَّوْا
بِصَلاَتِهِ ، فَلَمَّا كَانَتِ اللَّيْلَةُ الرَّابِعَةُ عَجَزَ الْمَسْجِدُ عَنْ
أَهْلِهِ حَتَّى خَرَجَ لِصَلاَةِ الصُّبْحِ ، فَلَمَّا قَضَى الْفَجْرَ أَقْبَلَ
عَلَى النَّاسِ ، فَتَشَهَّدَ ثُمَّ قَالَ « أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّهُ لَمْ يَخْفَ
عَلَىَّ مَكَانُكُمْ ، لَكِنِّى خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ فَتَعْجِزُوا
عَنْهَا »
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam pada suatu malam keluar di tengah malam untuk melaksanakan shalat di
masjid, orang-orang kemudian mengikuti beliau dan shalat di belakangnya. Pada
waktu paginya orang-orang membicarakan kejadian tersebut. Kemudian pada malam
berikutnya orang-orang yang berkumpul bertambah banyak lalu ikut shalat dengan
beliau. Dan pada waktu paginya orang-orang kembali membicarakan kejadian
tersebut. Kemudian pada malam yang ketiga orang-orang yang hadir di masjid
semakin bertambah banyak lagi, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
keluar untuk shalat dan mereka shalat bersama beliau. Kemudian pada malam yang
keempat, masjid sudah penuh dengan jama’ah hingga akhirnya beliau keluar hanya untuk
shalat Shubuh. Setelah beliau selesai shalat Fajar, beliau menghadap kepada
orang banyak membaca syahadat lalu bersabda: “Amma ba’du, sesungguhnya aku
bukannya tidak tahu keberadaan kalian (semalam). Akan tetapi aku takut shalat
tersebut akan diwajibkan atas kalian, sementara kalian tidak mampu.”[11]
As Suyuthi mengatakan, “Telah ada
beberapa hadits shahih dan juga hasan mengenai perintah untuk melaksanakan
qiyamul lail di bulan Ramadhan dan ada pula dorongan untuk melakukannya
tanpa dibatasi dengan jumlah raka’at tertentu. Dan tidak ada hadits shahih yang
mengatakan bahwa jumlah raka’at tarawih yang dilakukan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah 20 raka’at. Yang dilakukan oleh beliau adalah beliau
shalat beberapa malam namun tidak disebutkan batasan jumlah raka’atnya.
Kemudian beliau pada malam keempat tidak melakukannya agar orang-orang tidak
menyangka bahwa shalat tarawih adalah wajib.” [12]
Ibnu Hajar Al Haitsamiy mengatakan,
“Tidak ada satu hadits shahih pun yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat tarawih 20 raka’at. Adapun hadits yang
mengatakan “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melaksanakan shalat
(tarawih) 20 raka’at”, ini adalah hadits yang sangat-sangat lemah.”[13]
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan,
“Adapun yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari hadits Ibnu ‘Abbas bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di bulan Ramadhan
20 raka’at ditambah witir, sanad hadits itu adalah dho’if. Hadits ‘Aisyah yang
mengatakan bahwa shalat Nabi tidak lebih dari 11 raka’at juga bertentangan
dengan hadits Ibnu Abi Syaibah ini. Padahal ‘Aisyah sendiri lebih mengetahui
seluk-beluk kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada
waktu malam daripada yang lainnya. Wallahu a’lam.”[14]
Jumlah Raka’at Shalat
Tarawih yang Dianjurkan
Jumlah raka’at shalat tarawih yang
dianjurkan adalah tidak lebih dari 11 atau 13 raka’at. Inilah yang dipilih oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana disebutkan dalam
hadits-hadits yang telah lewat.
Juga terdapat riwayat dari Ibnu
‘Abbas, beliau berkata,
كَانَ
صَلاَةُ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً . يَعْنِى
بِاللَّيْلِ
“Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam di malam hari adalah 13 raka’at.” (HR. Bukhari no. 1138 dan
Muslim no. 764). Sebagian ulama mengatakan bahwa shalat malam yang dilakukan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah 11 raka’at. Adapun dua raka’at
lainnya adalah dua raka’at ringan yang dikerjakan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam sebagai pembuka melaksanakan shalat malam, sebagaimana
pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari[15]. Di antara dalilnya adalah ‘Aisyah
mengatakan,
كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ لِيُصَلِّىَ
افْتَتَحَ صَلاَتَهُ بِرَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam jika hendak melaksanakan shalat malam, beliau buka terlebih dahulu
dengan melaksanakan shalat dua rak’at yang ringan.”[16] Dari sini menunjukkan bahwa disunnahkan
sebelum shalat
malam, dibuka dengan 2 raka’at ringan terlebih dahulu.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
[1] Lihat Al Jaami’ Li Ahkamish Sholah, 3/63 dan
Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 2/9630.
[2] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 2/9630.
[3] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al
Kuwaitiyyah, 2/9631.
[4] Lihat Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/39.
[5] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/39.
[6] Lihat Fathul Bari, 4/251.
[7] Idem.
[8] HR. An Nasai no. 1605, Tirmidzi no. 806, Ibnu
Majah no. 1327, Ahmad dan Tirmidzi. Tirmidzi menshahihkan hadits ini. Syaikh Al
Albani dalam Al Irwa’ no. 447 mengatakan bahwa hadits
ini shahih.
[9] Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 2/9633.
[10] HR. Bukhari no. 1147 dan Muslim no. 738.
[11] HR. Bukhari no. 924 dan Muslim no. 761.
[12] Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 2/9635
[13] Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 2/9635
[14] Fathul Bari, 4/254.
[15] Fathul Bari, 3/21.
[16] HR. Muslim no. 767.
0 komentar:
Posting Komentar